Pengantar
Ada tiga keberadaan Gereja di dunia,
yaitu: Gereja sebagai Organisasi Ibadah, Gereja sebagai Organisasi
Kemasyarakatan dan Gereja sebagai Organisasi Badan Hukum. Gereja sebagai
Organisasi Ibadah maksudnya bahwa seluruh kegiatannya adalah suatu ibadah yang
meliputi penyembahan, pujian, doa-doa,
pengucapan syukur, persembahan, dsb, yang tertata di dalam “unsur-unsur”
liturgi Gereja.
Unsur-unsur liturgi inilah yang
akan dijelaskan melalui tulisan singkat ini. Dengan harapan kita akan memiliki satu
pemahaman dan satu perilaku
beribadah yang benar dan berkenan selaku “Persekutuan Orang-Orang kudus”-nya Allah yang Mahakudus. Ibadah bukan untuk menyenangkan hati manusia
tetapi Allah, Ibadah bukan pula suatu hiburan tetapi pujian dan persembahan. Ibadah
merupaakan persekutu Allah dalam Kristus dengan manusia atas dasar Iman. Dalam
hal ini harus dipahami bahwa Ibadah merupakan pelayanan Allah pada manusia dan
respon manusia pada pelayanan Allah tersebut, bukan sebaliknya manusia melayani
Allah. Oleh karena itu : Allah-iman-Kristus merupakan tiga
pokok penting dalam ibadah. Itulah sebabnya juga Ibadah sinominim dengan iman
dan selalu berkaitan dengan Allah dalam Kristus. Ibadah akhirnya dipahami sebagai pelayanan
Allah kepada manusia dalam Firman yang diberitakan dan dalam sakramen (babtisan
dan perjamuan kudus) serta karya iman, oleh anugerah (sola gratia) dan oleh iman (sola
fide) yang berdasar pada ajaran alkitab (sola scriptura) sebagai sumber ajaran yang benar. Dalam hal ini,
para pelayanan tahbisan (pendeta dll)
dikhususkan oleh Allah untuk bersama-sama dengan Allah melayani
umat.
Dengan demikian setiap pelayan ibadah
termasuk liturgis adalah gambaran dan utusan Allah dalam Ibadah yang harus
dihargai dan bukan untuk dilecehkan, dan dia sendiripun harus bertindak,
berperilaku sebagai bagian dari Allah yang melayani umat. Ini artinya ibadah
berpusat pada kehadiran Allah, bukan pada imam/pendeta atau pelayan ibadah. Dengan
demikian, dalam ibadah, muncullah beberapa unsur yang kemudian menjadi penting
didalam liturgy sebagai wujud dari ibadah sebagai karya iman yakni: Doa,
Pujian, dan jemaat yang bernyanyi. Selain itu sangat penting memahami posisi
tubuh ketika kita beribadah, sebab gesture tubuh kita berbeda ketika beribadah
dan ketika menjalani hidup sehari ini. Semua unsur tersebut dimuat didalam liturgy GKPI dengan
memperhatikan posisi tubuh umuat, sebagaimana akan dijelaskan dibawah ini :
1. Makna “BERDIRI” dalam Ibadah
Dalam ibadah Israel kuno -- bahkan
berlanjut sampai sekarang dalam agama Yahudi dan “agama lain” -- sikap menyembah dan menghormati
Tuhan Allah dinyatakan dengan ‘sujud
sampai ke tanah’. Perilaku sujud sampai ke tanah, di mana kening (kepala)
-- bagian tubuh paling terhormat-- harus benar-benar menyentuh tanah. Hal ini
bermakna ‘merendahkan diri serendah-rendahnya’ yang merupakan ungkapan
pengakuan “bahwa aku, manusia, adalah berasal dari debuh tanah, karena itu di
hadapan Tuhan Allah Yang Mahakudus dan Mahaagung aku sama seperti tanah yang
terkutuk” (baca Kej.3:17, Kel.34:8, I
Taw.16:29, Maz.95:6, Yer.7:2, Yes.27:13).
Jadi “sikap sujud sampai ke tanah” mengandung makna “menyembah
dan menghormati Tuhan Allah dengan merendahkan diri serendah-rendahnya”.
Perubahan perilaku ini terjadi seiring
dengan perubahan penataan ruangan ibadah. Di dalam ruangan Bait Suci umat
Israel tidak ada kursi-kursi/bangku
tempat duduk umat. Ketika beribadah umat berdiri di pelataran Bait Suci terpisah dengan ruang kudus (tempat
para imam) dan ruang mahakudus (tempat imam besar). Pada waktu menyembah Allah
saat ibadah berlangsung, umat yang berdiri lalu sujud sampai ke tanah. Sedangkan di dalam ruangan Gereja sekarang disediakan kursi-kursi/bangku tempat duduk
jemaat beribadah. Adanya tempat duduk inilah yang membuat perilaku
menyembah “sujud sampai ke tanah” tidak mungkin dilakukan saat beribadah,
perilaku menyembah ini berubah menjadi “berdiri
dan menundukkan kepala”.
Meskipun telah terjadi perubahan perilaku
menyembah, namun harus tetap dipahami dan disadari bahwa maknanya tidak boleh
berubah, yaitu “menyembah dan menghormati Tuhan Allah dengan merendahkan diri
serendah-rendahnya” yang kita tunjukkan dengan perilaku “berdiri dan menundukkan kepala”.
Ada 5 (lima) perilaku “berdiri” dalam
liturgi ibadah Minggu GKPI, yaitu ketika : 1. Saat Teduh. 2. Votum-Introitus-Doa.
3. Pengakuan Dosa. 4. Pengakuan Iman. 5. Doa persembahan sampai selesai ibadah. Sesuai dengan makna sujud
maupun berdiri di atas, marilah dengan setulus-tulusnya, sesadar-sadarnya dan
sepenuh hati “menyembah dan menghormati Tuhan Allah dengan merendahkan diri
serendah-rendahnya” dalam perilaku/sikap “berdiri dan menundukkan kepala”.
Jangan lagi “berdiri” saat beribadah
dengan terpaksa dan anggap remeh,
sebab sesungguhnya kita berdiri di hadapan Tuhan Allah Mahakudus yang benar-benar hadir dalam ibadah-ibadah
kita. Dan proses berdiri serta duduk kembali ini diarahkan oleh liturgis selaku
pemimpin ibadah (sampai pada pengakuan iman) dan oleh pengkhotbah ( pada doa
persembahan sampai selesai ibadah), inilah yang kita kenal dengan panggilan/seruan
menyembah dan menghormati Tuhan Allah.
Dengan demikian hendaklah kita berdiri dan duduk setelah liturgis/penghotbah
mengundang kita berdiri ataupun duduk kembali, supaya tercipta keteraturan, sebab ibadah itu harus berjalan dengan
teratur dan sopan (1 Kor 14:40).
2. Makna “SAAT TEDUH”
Adalah saat Jemaat Tuhan memfokuskan dan
menyerahkan seluruh keberadaannya --
tubuh, jiwa -- masuk ke “Wilayah Kerajaan Allah yang Kudus”. Penyerahan secara
pribadi melalui doa pribadi dan
dilanjutkan penyerahan secara “persekutuan orang-orang kudus” melalui nyanyian bersama. Di dalam saat-saat
penyerahan diri seutuhnya ini harus
dipahami dan disadari bahwa kita sedang “berdiri
di hadirat Allah yang Mahakudus”. Karena itu perilaku kita harus diam/tenang, penuh penyerahan dan
penuh penghormatan menyambut “kehadiran”
Allah di dalam ibadah. Itu berarti kita memfokuskan perhatian, pikiran dan
perasaan hanya pada “kebenaran, damai
sejahtera dan sukacita” Tuhan Allah saja, tidak melayang atau terbagi
memperhatikan, memikirkan dan merasakan hal-hal lain sehingga kemanusiaan kita
benar-benar “diperbaharui” selama
ibadah berlangsung (baca Kolose 3:2,10
dan Roma 14:17). Lebih jauh makna saat teduh ini termuat dalam nyanyian Kidung
Jemaat No. 17.
3. Makna Nyanyian Pujian.
Ibadah selalu diawali dengan Nyanyian Pujian. Nyanyian pujian
adalah suatu ungkapan pengagungan, penyembahan, pengudusan, pengharapan,
pengakuan, penyesalan, penyerahan diri, doa serta keyakinan kepada Tuhan. “Pujilah
Allah kita, hai kamu semua hambaNya, kamu yang takut akan Dia, baik kecil
maupun besar…” –baca Wahyu 19:5-7—“Pujilah Tuhan hai jiwaku, pujilah namaNya
yang kudus hai segenap batinku“ –Mazmur 103 : 1— kedua ayat inilah antara
lain yang menjiwai setiap umat dalam menyanyikan pujian kepada Tuhan. Melalui
nyanyian pujian, kita menyatakan keyakinan bahwa Tuhan Allah hadir untuk
memimpin ibadah itu seperti termuat jelas dalam Kidung Jemaat No. 18 “Allah
Hadir Bagi Kita”. Dalam setiap menyanyikan kidung pujian kepada Tuhan, haruslah
dari dalam hati dan jiwa yang penuh sukacita dan dalam pemujian yang benar baik dan penuh
hormat. Pemandu kidung dan Pemusik Gereja sangat diharapkan dapat memandu
sidang jemaat agar selalu bernyanyi dengan benar dan baik dan penuh dengan nyala
emosi penyembahan dan pemujian kepada Tuhan Yesus.
Nyanyian-nyanyian dalam tata ibadah
merupakan respon atau jawaban jemaat
yang berisi ucapan syukur, permohonan, pengharapan serta pengakuan, dsb -- yang dinyanyikan -- terhadap Tuhan Allah
yang berbicara kepada kita melalui pelayan liturgi dalam urutan-urutan tata
ibadah.
Selain itu makna teologis music
liturgy dan nyanyian pujian dalam ibadah/kebaktian, adalah hubungan antara
nyanyian dan pemberitaan firman. Untuk itu text nyanyian itu menjadi unsur yang
sangat penting. Hal yang prinsip dalam pemberitaan Firman Allah melalui teks
nyanyian terlihat dalam tiga hal: Pertama, isi text itu terutama
merupakan garis vertical yang dari atas ke bawah. Umat membutuhkan Firman yang
memberi hidup itu, dan itu datang dari pihak Allah. Kedua, serentak dengan itu, nyanyian itu juga
merupakan garis vertical dari bawah ke atas, yaitu ucapan syukur serta pujian
umat kepada Allah. Ketiga, jemaat melayani sesamanya melalui nyanyian itu.
2. Makna Votum, Introitus dan Doa Introitus.
2.1. Votum, berarti “dasar” atau “dalam nama”.
Yang memateraikan/menahbiskan setiap ibadah ialah jika ibadah itu
dimulai di dalam nama atau demi nama Allah Tritunggal : “Demi nama Allah Bapa, dan Nama AnakNya
Tuhan Yesus Kristus, dan Nama Roh Kudus, khalik langit dan bumi, Amin!” Ini
adalah suatu pernyataan atau ungkapan iman Kristen yang mendasari ibadah atau
sebagai pernyataan akan dasar ibadah. Karena itu, hal ini harus dinyatakan
seluruh peserta ibadah dengan penuh
khidmad, sekalipun yang menyampaikan adalah Liturgos atau pemimpin ibadah. Pada
saat ini liturgos adalah “alat atau mulut” yang dipakai Allah menyapah umatNya
dengan “menaruh perkataan-perkataanNya” di mulut sang liturgos tsb. (bnd.
Yeremia 1:9).
2.2. Introitus,
yang berarti jalan masuk.
Introitus adalah jalan masuk bagi jemaat untuk memasuki ibadah
yang telah ditahbiskankan dalam nama Allah Tritunggal sebagai dasar konstruksi
ibadah yang telah dinyatakan melalui Votum.
Karena Introitus adalah jalan masuk ke dalam satu persekutuan kudus dengan
Tuhan Yesus, maka yang membuka jalan hanyalah Dia, yang kepadaNya kita hendak
bersekutu. Itulah sebabnya, Introitus selalu diambil atau didasarkan pada
Firman Tuhan. Karena sesungguhnya, Tuhan Yesus sendiri-lah yang membuka jalan
masuk bagi jemaatNya dalam setiap ibadah.
Dalam sejarah terbentuknya tahun gerejawi, terlihatlah bahwa
ayat-ayat introitus ini biasanya diambil dari bahasa latin, dan untuk
memudahkan mengingatnya, maka setiap kata pertama dari ayat itu, dibuat menjadi
nama dari hari minggu itu. Contoh:
·
Minggu
Invocavit: mengikuti kata pertama dalam bahasa latin dari Mazmur 19:5
·
Minggu
reminiscere: mengikuti kata pertama dalam bahasa latin dari Mazmur 25:6, 26
·
Minggu
Okuli: mengikuti kata pertama dalam bahasa latin dari Mazmur 25: 16
·
MInggu
Letare: mengikuti kata pertama dalam bahasa latin dari Mazmur 66:10
·
Minggu
Kantate : mengikuti kata pertama dalam bahasa latin dari Mazmur 98: 1a
·
Dsts
Sebagai rasa sukacita jemaat atas kemurahan Tuhan yang telah
memenerimanya masuk ke dalam persekutuan, maka setelah pembacaan Introitus,
jemaat menyambut dengan menyanyikan “Haleluya, Haleluya, Haleluya”. (bahasa
Ibrani, berarti : Pujilah Tuhan). Nyanyian
haleluya ini menumbuhkan sikap memuji Tuhan dari segenap hati, yang tidak akan
pernah berkesudahan.
2.3. Doa Introitus.
Doa Introitus, pada hakikatnya adalah doa pembukaan untuk memasuki
ibadah. Isi doa juga lazimnya selaras dengan Introitus, dengan maksud untuk
lebih memberi makna “berhadapan dengan
Tuhan” kepada setiap jemaat yang
hadir sebagai “orang-orang kudus” dalam persekutuan ibadah itu.
Dengan selesainya doa introitus ini berarti jemaat yang hadir beribadah
sudah “benar-benar” memasuki
Kerajaan Allah dan “berhadapan” dengan Allah yang diyakini “benar-benar hadir”
dalam ibadah.
Berhadapan dengan Allah bukan secara fisik saja, tetapi terutama
secara roh. Roh kitalah -- yang terus menerus diperbaharui agar semakin kudus –
berhadapan dengan Allah Roh Kudus (bnd. Kolose 3:10).
Oleh karena itu ketika liturgi sampai pada Votum,Introitus dan Doa, sepatutnya semua peserta ibadah /kebaktian
berada pada sikap “diam dengan hormat”
menundukkan diri seutuhnya (tubuh serta jiwa) di hadirat Allah. Yang “diam”
adalah tubuh, yang “hormat” adalah jiwa. Tidak ada yang sedang berjalan mencari
tempat duduk, berbisik-bisik atau hal-hal lain; seperti mengantuk !
Selanjutnya Liturgis yang membacakan doa inipun harus
memperhatikan pembacaan doa ini secara tepat. Karena doa ini adalah doa
bersama, maka hendaklah Listurgist membacanya dengan seksama, dengan tempo yang
tepat, jangan terlalu cepat sehingga sulit dihayati oleh jemaat atau terlampau
lambat. Pembacaan doa ini ini tidak seperti membacakan laporan atau pengumuman.
Naik turunnya suara/penekanan pada perkataan tertetnu perlu dipahami dengan
baik, supaya doa itu tidak dibaca datar atau terus-menerus dengan suara yang
lembut atau keras, dan jangan pula dalam membaca doa itu suaranya tidak suara
bersandiawara atau yang dibuat-buat tetapi hendaklah suara liturgist
betul-betul berasal dari penghayatan yang sungguh-sungguh.
1. Pengertian EPISTEL
“Marilah kita mendengar (membaca) Epistel
sebagai pendahuluan khotbah yang
tertulis dalam …………” adalah pengantar pembacaan Epistel yang selalu kita dengar
dari liturgis dalam ibadah. Kemudian pada akhir pembacaan epistel kita
mendengar ucapan liturgis: “Berbahagialah
setiap orang yang mendengar
Firman Allah, yang menghayati serta mengamalkannya”. Benarkah
bahwa Epistel memang Firman Tuhan yang hanya dibacakan merupakan “pendahuluan”
khotbah? Bagaimana konteks peribadahan sehingga dipakai kata “mendengar” atau
terkadang kata “membaca” untuk mengajak jemaat ber-epistel? Apa sesungguhnya
yang tersirat di benak kita ketika berkata “Amin” menjawab ucapan “Berbahagialah….”
Itu?
1.1. Epistel
Epistel, berasal dari bahasa Yunani; “Epistello” (surat perintah)
dan “ epistole” ( surat). Di Gereja GKPI yang dipakai adalah epistole atau surat. Sebuah surat pada
dasarnya adalah dibaca dan didengar. Itulah sebabnya, epistel adalah pembacaan Firman Tuhan untuk didengarkan. Tujuan epistel (Firman
Tuhan yang dibacakan) adalah untuk membimbing jemaat memahami khotbah yang
hendak disampaikan pada ibadah. Gereja pertama membaca Alkitab, baik
Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru untuk menunjukkan kesatuan kedua kitab
itu kepada jemaat. Kebiasaan ini sampai sekarang masih dipertahankan oleh gereja-gereja Protestan di banyak tempat,
termasuk GKPI.
1.2.
Mendengar (dan Membaca)
Pembacaan Firman Tuhan dalam
Epistel, selalu diakhiri oleh Liturgis dengan; “Berbahagialah setiap orang yang mendengar Firman Allah, yang menghayati serta mengamalkannya”…(sesuai
agenda GKPI).
Agenda GKPI adalah warisan dari Zending +/- 150 tahun yang lalu. Pada saat Agenda itu
dibuat, Alkitab masih dimiliki oleh para pendeta, guru-guru zending saja. Di
samping itu masih terhitung dengan
sebelah jari jemaat yang dapat membaca. Oleh karena itu Epistel masih
dibacakan secara sepihak oleh liturgis dan jemaat hanya mendengar. Itu sebabnya
di awal pembacaan epistel jemaat diajak dengan mengatakan: “Marilah kita mendengar Epistel sebagai pendahuluan khotbah yang tertulis dalam
…” dan juga akhir pembacaan
Epistel dipakai kata “Berbahagialah
setiap orang yang mendengar Firman Allah….”.
Sejalan dengan perkembamgan pendidikan, terutama baca-tulis, maka
hampir semua warga jemaat telah dapat membaca dan menulis. Hal ini mendorong
jemaat untuk memiliki dan membaca sendiri Alkitab. Keinginan ini disambut
positip oleh pemimpin gereja, maka jemaat pun diikutkan dalam membaca Epistel,
yang kemudiaan dikenal dengan sebutan RESPONSORIA atau membaca secara
bergantian antara liturgis dengan warga jemaat. Oleh karena itu, tidak salah
jika sekarang ini di awal pembacaan
epistel ditambahkan kata “membaca” sehingga menjadi “Marilah
kita mendengar dan membaca Epistel sebagai pendahuluan khotbah yang tertulis dalam …………” dan juga di akhir
pembacaan epistel menjadi “Berbahagialah setiap orang yang mendengar dan membaca Firman Allah….”. Karena
jemaat yang hadir beribadah ada yang mendengar (tidak membawa Alkitab) dan ada
yang ikut membaca (yang bawa Alkitab).
1.3.
Makna “AMIN”
Ucapan “Berbahagialah setiap orang yang mendengar dan membaca Firman
Allah, yang menghayati serta mengamalkannya” disambut seluruh warga jemaat dengan berkata: “A M I N! “.
Kata “amin” berasal dari bahasa Ibrani yang berarti: “Pasti, sungguh, benar”. Mengaminkan,
berarti “memastikan, sungguh-sungguh, meng – iya-kan kebenaran” epistel
yang telah didengar dan dibaca.
Jawaban “Amin” oleh umat, adalah mengikuti tradisi ibadah Israel
seperti ketika imam Ezra membacakan beberapa bagian dari kitab Taurat. Setelah
imam Ezra, ahli kitab itu, selesai membacakan bagian kitab Taurat, lalu ia
memuji TUHAN, Allah yang mahabesar, dan semua jemaah: laki-laki dan perempuan
dan semua orang yang dapat mendengar dan mengerti, menyambut dengan: “Amin,
amin!”
(baca Nehemia 8: 3 - 7).
(baca Nehemia 8: 3 - 7).
Itulah sebabnya pemimpin ibadah
(Liturgis), selalu mengatur intonasi dan
frekuensi suara sedemikian,
sehingga warga Jemaat, dengan penuh khidmat dan secara serentak dapat
menyatakan sebuah kepastian, kesungguhan tentang kebenaran Firman Tuhan yang
berlaku sebagai kekuatan hidupnya dengan berkata
“A M I N “.
“A M I N “.
PENGAKUAN DOSA DAN JANJI TUHAN
Dalam hal Jemaat mendengar dan menerima serta untuk
mengamalkan Firman Tuhan yang
baru diaminkan, maka Jemaat merasa disadarkan akan keberdosaanya. Jika kita
menyadari secara benar bahwa kemanusiaan kita adalah serakah, munafik dan suka
menipu, tetapi apabila hal ini menyatakan itu kepada hadirin saat Ibadah, sudah
barang tentu hadirin langsung akan merasa tersinggung dan marah-marah, kurang
merasa senang dengan tuduhan itu. Karena itu maka GKPI melalui keputusan Sinode
Am-nya tahun 1989 memberi kesempatan kepada setiap warga berdoa dalam hati
dengan maksud agar pada kesempatan itulah Pribadi lepas Pribadi dengan Jujur
mengaku dan berdoa memohon pengampunan Dosa yang dilakukannya. Liturgis tentu
saja tidak mengetahui dosa setiap jemaat, karena itu jemaatlah yang harus
mengakuinya kepada Tuhan seperti ada tertulis dalam Mazmur 32:5 “Dosaku
kuberitahukan kepadaMu dan kesalahanku tidaklah kusembunyikan; aku berkata:”Aku
akan mengaku kepada Tuhan pelanggaran-pelanggaranku,” dan Engkau mengampuni
kesalahan karena dosaku”.
DOA
PENGAMPUNAN DOSA
Anggota Jemaat menyadari dan mengenal siapa dia
sebenarnya di hadapan Tuhan, sebagai orang berdosa. Maka dengan adanya hal
seperti itu, selayaknyalah meminta pengampunan dosa dari Tuhan. Pengertian
berdosa sudah begitu lumrah dan kata dosa dipakai secara enteng sekali. Kalimat
“ Tuhan ampunilah dosa kami”, kita ucapkan dengan sangat ringan dan datar, dan
dosa dipersempit artinya menjadi kesalahan atau pelanggaran.
Hadirin atau Jemaat tidak akan marah dan tidak ada merasa
keberatan jika pemimpin Liturgis berkata kita adalah orang berdosa dalam
PENGAKUAN sesungguhnya. Dosa bukanlah berbentuk pelanggaran atau kesalahan,
mari kita baca pengakuan Petrus dalam Lukas 5 :1-11. apa yang mengakibatkan
Petrus sehingga ia berseru dalam ayat 8 itu: “Tuhan pergilah daripadaku karena
aku ini orang berdosa! Jelas hal itu ia katakan bukan ketika ia membuat
kesalahan atau pelanggaran, melainkan ketika ia merasa takjub(ay.9) atas
kebaikan dan keagungan Tuhan. Petrus menyadari kualitas dirinya begitu berbeda
dari Tuhan, sehingga ia merasa tidak layak berada di hadapan Tuhan.
Bagi orang yang sudah menerima FirmanNya akan menyadari
bahwa dia sudah terjerat dan ketahuan di hadapan Tuhan akan keberadaannya, maka
dengan sendirinya akan memohon dengan kesungguhan hati seraya rendah hati untuk
diampuni oleh Tuhan.
Pada Gereja purba dan hingga sampai saat ini adalah sama,
sepikul seperasaan dan sehati berseru : Kyrie Eleison, Christy Eleison. Kyrie
Eleison yang berasal dari bahasa Yunani dipergunakan dari sejak Gereja
mula-mula (Jemaat Rasul-rasul) hingga saat ini. Kasihanilah kami ya Tuhan, atau Tuhan’ Kasihanilah kami.
Melalui ungkapan itu bahwa sebenarnya hubungan manusia
itu sudah terputus, tidak tersambung lagi sebagaimana layaknya seperti lampu
yang mati karena sakelarnya belum tersambung, maka perlu ada pertolongan untuk
menyambung kembali sehingga boleh menyala. Dan hanya Dia yang dapat melakukan
dan mengerjakan pekerjaan itu (yang mengetahui). Karena itu sebelum meneruskan
ibadah, kita berdoa mengakui ketidaklayakan kita dan memohon agar hubungan
vertikal serta horizontal yang rusak itu dipulihkan kembali. Tuhan menanggapi
pengakuan dan permohonan tadi karena hanya Dia lah yang benar dan dapat
mengampuni/menghapuskan dosa : maka Tuhan menjawabnya serta memberikan anugerah
yang rumusannya berupa “janji” dibarengi penghiburan bukan memberikan
pengampunan tetapi memberitakan pengampunan, bukan dalam bentuk harapan,
melainkan dalam bentuk kenyataan yang sudah terlaksana oleh Allah atau dalam
Kristus. Dan oleh pemberitaan pengampunan itu, maka Jemaat dipenuhi oleh
sukacita, lalu terdengarlah pujian atau keagungan bagi Tuhan yang diucapkan
oleh Liturgis : “Segala kemuliaan di tempat yang maha tinggi” dan hadirin
dengan spontanitas mengaminkannya (sikap Jemaat dalam hal tersebut adalah
berdiri.
Pengertian Hukum Tuhan atau Petunjuk Hidup Baru
Setelah kita
mengaku segala dosa dan kejahatan kita dan memohon pengampunan kepada Allah
maka Dia-pun memberi pengampunan dan
keselamatan umatNya. Keselamatan itu tidak otomatis akan kita
miliki selamanya, bisa saja hilang oleh pelanggaran-pelanggaran kita kemudian.
Karena itu Keselamatan itu harus dijaga
dan dipelihara serta “dikerjakan” selagi kita masih hidup di dunia (baca: Filipi 2:12). Tuhan itu Mahabaik
dan Mahakasih. Dia tidak membiarkan umatNya berjalan sendiri dalam menjaga,
memelihara dan mengerjakan keselamatan itu. Dengan penuh kasih dan kesetiaan
Dia memberi HUKUM TUHAN atau pun FIRMANNYA sebagai PETUNJUK HIDUP BARU kepada
kita. Sesuai Agenda GKPI, Petunjuk Hidup Baru ini, diambil dari kesepuluh Hukum
Tuhan dan penjelasannya sampai pada kesimpulannya atau dari Firman Tuhan sebagai pengganti Hukum TUHAN.
Petunjuk
Adalah
sesuatu yang mengarahkan setiap orang untuk berjalan dan melakukan segala sesuatu di dalam kehidupan sehingga
dia tidak terjatuh atau tersesat. Dalam satu percakapan Thomas dengan Tuhan
Yesus, Thomas bertanya; “Tuhan, kami
tidak tahu kemana Engkau pergi; jadi
bagaimana kami tahu jalan ke situ?” Yesus menjawab; “Akulah
jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorang pun yang datang kepada
Bapa, kalau tidak melalui Aku”.(
Yoh. 14: 5-6). Barang siapa mengaku dan menerima bahwa hanya Yesus-lah
jalan, kebenaran dan hidup, menjadikan Yesus sebagai “batu penjuru” yang
mengarahkan hidupnya;“Sesungguhnya, Aku
meletakkan di Sion sebuah batu yang terpilih, sebuah batu penjuru yang mahal,
dan siapa yang percaya kepadaNya tidak akan dipermalukan” (1 Ptrs 2: 6).
Dengan
demikian, “petunjuk” hidup baru yaitu Firman /Hukum Tuhan adalah “batu
penjuru” sebagai “KOMPAS” yang mengarahkan jalan kehidupan kita. Benarlah
bahwa “Firman-Mu itu pelita bagi kakiku dan terang bagi jalanku”(Mazmur
119:105) yang membuat kita tidak lagi hanyut dalam kehidupan yang terikat oleh
kehendak dunia (kronos), melainkan
melangkah pasti dengan petunjuk FirmanNya melalui persekutuan denganNya dalam
kehidupan “kairos” yaitu hidup yang BENAR dan KUDUS meski masih hidup di
dunia yang bengkok hati (baca: Yos 1: 7 – 8).
Hidup Baru
Adalah
kehidupan yang telah “diperbaharui” oleh TUHAN,
dengan mengampuni dosa kita. Melalui kematian dan kebangkitan AnakNya Tuhan
Yesus Kristus, kita telah diubahkan dari MANUSIA
LAMA yang penuh kegelapan menjadi
MANUSIA BARU yang hidup dalam terang Allah.”Jadi siapa yang ada di dalam
Kristus, ia adalah ciptaan baru: yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang
baru sudah datang” (2 Korintus 5 : 17).
Kehidupan
lama kita, adalah kehidupan yang penuh noda kejahatan, kemaksiatan,
kesombongan, keserakahan, kedengkian, dendam, perzinahan, percabulan, dursila,
pertengkaran, perseteruan, ketegaran tengkuk dan lain-lain, yang membelenggu
kita dalam kegelapannya (baca: Kolose
3:5-8). Tetapi karena begitu besar kasih Allah kepada kita, maka Dia
mengaruniakan AnakNya yang tunggal supaya setiap orang yang percaya kepadaNya
tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal. (baca Yoh 3:16). Hanya karena kasih karunia Allah,
maka hidup kita menjadi baru (ekleisia).
Dalam
kehidupan kita sebagai jemaat TUHAN; “persekutuan orang-orang kudus”, kekudusan
itu belum sempurna. Karena itu selama kita hidup di dunia sesungguhnya berada
dalam “proses : terus-menerus diperbahurui” agar sifat-sifat MANUSIA
LAMA semakin terbuang berganti dengan sifat-sifat MANUSIA BARU (baca: Kolose 3: 5-10).
Setiap
ibadah Minggu, kita menerima HUKUM TUHAN atau FIRMAN TUHAN sebagai
PETUNJUK HIDUP BARU, berarti dengan
sadar kita MAU membuang sifat-sifat MANUSIA LAMA dan dengan penuh sadar pula
MENGENAKAN sifat-sifat MANUSIA BARU. Jika kita benar-benar hidup sesuai
petunjuk hidup baru yang diberikan Tuhan, maka dari Minggu ke Minggu, kehidupan
kita harus lebih BENAR dan KUDUS.
Artinya, harus ada perubahan; semakin beriman dan kudus!!
Inilah buktinya kita sedang
mengalami “PROSES: TERUS-MENERUS DIPERBAHARUI”.
Proses
diperbaharui ini hanya dan harus berlangsung dengan PERTOLONGAN
ALLAH ROH KUDUS yang memberi KEKUATAN untuk menjalaninya. Kerena itu dalam
setiap pembacaaan Petunjuk Hidup Baru,
kita selalu diajak oleh liturgis untuk memohon kekuatan kepada Tuhan: “Ya
Allah, Bapa kami, berilah kami KEKUATAN untuk melakukan yang sesuai
dengan Hukum-hukumMu / FirmanMu, amin”.
Makna Pengakuan Iman
Pengakuan
Iman atau “Credo”
adalah pernyataan dan ikrar setiap orang percaya tentang kebenaran
kepercayaan yang diimaninya. Masing-masing agama mempunyai pengakuan iman yang
menyatakan siapa, dan bagaimana Tuhan yang dipercaya dan disembahnya. Gereja di
sepanjang sejarah telah merumuskan beberapa pengakuan iman dan awalnya
pengakuan iman Gereja singkat saja; “ Yesus Kristus adalah Kirye/Tuhan”,
mirip dengan Thomas yang sangat sulit
untuk percaya, tapi menjadi orang pertama menyatakan kepercayaannya kepada
Yesus dengan mengatakan; ”Ya, Tuhanku dan Allahku” (Baca Yoh.
20: 24-29).
Allah adalah Kasih. Untuk mewujudkan kasihNya, IA menciptakan Dunia dan Manusia.
Manusia tidak taat dan berdosa, maka untuk
menyelamatkan manusia berdosa, Ia menjadi Manusia (Manusia Allah/Theantropos) yaitu Yesus Kristus.
Setelah keselamatan disampaikan maka Yesus meninggalkan kita dan kemudian hadir
dalam wujud Roh Kudus untuk menolong orang percaya memelihara dan mengerjakan
keselamatan itu. Inilah inti dari PENGAKUAN
IMAN RASULI yang terbagi dalam tiga bagian
besar dan memuat 12 pengakuan.
GKPI
mengikuti rumusan “Pengakuan Iman Rasuli”
seperti tertera dalam “Katekismus Martin
Luther”.
Pertama, mengakui Allah sebagai Bapa yang menciptakan
alam semesta serta segala isinya dan yang memelihara semuanya itu. Tuhan Allah Bapa adalah Tuhan yang ‘imanent” yaitu Tuhan yang tetap tinggal di dalam kita,
tapi Ia juga adalah Tuhan yang “transenden” yaitu yang melampaui (beyond) alam dan melampaui
segala sesuatu.
Kedua, mengakui Allah
sebagai Anak (Yesus Kristus)
adalah Firman yang menjadi Manusia (Theantropos) datang ke dunia dan
diam di antara kita (baca: Yoh. 1:14), yang telah mengorbankan diriNya dan
menderita, mengalahkan maut untuk mendatangkan keselamatan jiwa kita.
Ketiga, mengakui Allah
sebagai Roh Kudus adalah Tuhan yang
diam di dalam kita (Gereja/orang percaya). Ia yang menuntun hidup, termasuk
hati, pikiran dan kehendakkita dan yang menjelaskan rencana Allah bagi kita,
yakni keselamatan dan hidup yang kekal. Allah Roh Kudus, adalah “Penolong” bagi
kita (baca Yoh. 14:16). Ia juga adalah “Penghibur” bagi kita (baca Yoh. 14:
26), sebagai “Guru” (baca Lukas 12:11-12) dan sebagai “Pemimpin” (baca Yoh. 16:
13).
Makna dari
pengakuan iman ini, adalah untuk “meng-iya-kan
dan meng-amin-kan dengan iman” (iman yang melampaui akal, ilmuh pengetahuan
dan logika) apa yang dikerjakanNya pada masa lalu, sekarang dan yang akan
datang didasarkan pada Alkitab yang berbicara tentang Allah : Bapa, Yesus
Kristus dan Roh Kudus.
Pengakuan
iman, di samping “ikrar” dari setiap orang percaya kepada Allah Tritunggal,
juga merupakan intisari dari pengajaran Alkitab dan pengajaran Gereja. Dengan
pengakuan iman terhadap Allah Bapa, Allah Anak dan Allah Roh Kudus, bukan
berarti Allah itu ada tiga oknum. Tuhan itu tetap “esa” atau satu (baca Ul.6:4; Markus 12: 29 & 32; 1 Tim.
1: 17; 1 Tim. 2: 5).
Itulah
rahasia Allah yang terdalam dalam kehidupan kita orang-orang percaya. Karena
demikian dalam dan tingginya rahasia Allah dalam menyatakan diriNya kepada
kita, dan tidak seorang pun manusia dapat memahami secara sempurna, (baca Roma
11:33-35) itulah sebabnya dalam ibadah setiap Minggu selalu diajak untuk
menyatakan atau berikrar tentang iman percaya (credo) dengan berdiri sambil
menundukkan kepala di hadirat Allah Mahakudus.
Pengertian
EPIKLESE, EVANGELIUM dan HOMILIA (KHOTBAH)
Ibadah jemaat terdiri dari Pemberitaan Firman dan pelayanan
Sakramen. Keduanya memimpin kepada satu percaya, satu
kepastian dan menjadikan kita milik dari satu TUHAN. Pemberitaan
Firman berjalan menuju ke Pelayanan Sakramen; Baptisan Kudus dan Perjamuan
Kudus. Pemberitaan Firman berisi rangkaian Doa
(epiklese),
Pembacaan Firman (Evangelium)
dan Khotbah (Pemberitaan Firman/Homilia).
EPIKLESE
Adalah doa
sebelum pembacaan Firman Tuhan yang memohon kepada Roh Kudus untuk membuka pikiran kita agar mengerti
kitab Suci. Firman Allah yang dibaca atau didengar hanya dapat dimengerti
dengan suatu ‘mujizat’ yang
dikerjakan oleh Roh Kudus di dalam hati pengkhotbah maupun pendengar, sehingga
dengan perantaraan ‘kata-kata manusia’ (homilia/Khotbah)
dapat kita dengar suara Tuhan yang berfirman kepada kita. Tanpa pertolongan Roh
Kudus, Alkitab adalah suatu buku yang tertutup bagi kita dan Firman Allah adalah
huruf-huruf ‘yang mati’ ( baca, Lukas 24
: 44 – 45).
EVANGELIUM
Kata Evangelium berasal dari bahasa Yunani ‘euanggelion’
berarti ‘Kabar baik’, ‘Injil’.
Evangelium,
adalah pemberitaan Kabar Baik (Kabar Keselamatan) yaitu Injil. Pada hakikatnya,
dalam kehidupan Gereja, setiap Firman yang dikhotbahkan harus berpusat kepada
Tuhan Yesus Kristus (Yesus dalam nubuatan, Yesus yang telah menjadi Manusia:
lahir, mati, bangkit, naik ke Sorga dan Yesus yang akan datang untuk kedua
kalinya).
Alkitab
mencatat, bahwa Injil pertama atau “Protoevangelium” dimulai dalam Kejadian 3: 15 “Aku
akan mengadakan permusuhan antara engkau dan perempuan ini, antara keturunanmu
dan keturunannya, keturunannya akan meremukkan kepalamu, dan engkau akan
meremukkan tumitnya”. Siapakah “keturunan perempuan” itu? Dialah, Yesus
Kristus yang lahir dari perawan Maria (original birth). Dengan mati di kayu salib, Ia meremukkan kepala
ular, si iblis. Dosa, maut, dan iblis semuanya telah dikalahkanNya di atas kayu salib. Dalam Alkitab, tak seorang
pun, kecuali Yesus yang disebut sebagai
“keturunan perempuan”.
Setelah
Epiklese, maka Evangelium (Kabar
Baik, Injil) dibacakan oleh pengkhotbah sebagai nas untuk Pemberitaan Firman
(Homilia/khotbah).
HOMILIA (KHOTBAH)
Martin
Luther menegaskan, “Bilamana bagian
Alkitab yang dibacakan itu tidak ditafsirkan, bagian itu tidak ada gunanya bagi
jemaat”. Firman Allah yang
ditafsirkan inilah yang disebut Homilia
(khotbah). Memberitakan Firman adalah mengumumkan
keselamatan dan hukuman, yang berlangsung di sini dan kini dalam menuntun
umatNya menjalani kehidupan yang kudus untuk menerima Mahkota Kehidupan Kekal di dalam KERAJAAN SORGA.
Pada waktu
pemberitaan Firman kedengaran suatu bunyi yang nyaring di dalam hati
anggota-anggota jemaat. Allah hadir, Allah ada di tengah-tengah kita.
Saat ini berlangsung suatu Teofani (pengungkapan) rohani yang penuh berkat di dalam kemuliaanNya. Di
sini berlangsung apa yang tidak berlangsung di tempat lain: Malaikat Tuhan
turun, seorang utusan berdiri di tengah-tengah umat diterangi oleh terang
Sorgawi, dan Ia membuat mujizat di dalam hti orang-orang yang putus asa, yaitu
bahwa mereka disebut anak-anak Allah pewaris Kerajaan Sorga.
Maka Gereja
yang hidup adalah Gereja yang memberitakan Firman Tuhan untuk membangun dirinya;
bertumbuh dan bekerja memuliakan Allah di dalam jemaat dan di dalam dunia,
sehingga jemaat dipersiapkan mengambil bagian dalam Sakramen: Baptisan Kudus
dan Perjamuan Kudus.
Doa Syafaat, Nas Persembahan, Persembahan, Doa Persembahan & Nyanyian Persembahan
Doa Syafaat
Syafaat berasal
dari bahasa Ibrani Syofet berarti pengantara.
Doa syafaat berarti doa umum oleh pengantara yang mendoakan missi gereja, warga
jemaat, pemerintah dan orang-orang yang belum percaya (baca, I Timotius 2:1-2).
Setiap orang percaya dapat menjadi pengantara doa yang menaikkan doa syafaat sesuai pokok-pokok
doa yang ditentukan. Warga jemaat yang
hadir harus sepakat mengaminkan di dalam hati masing-masing terhadap setiap pokok-pokok doa yang dinaikkan
pengantara doa.
Nas Persembahan
Menurut
Agenda GKPI setiap kali memberi persembahan, selalu didahului pembacaan firman
Tuhan sebagai “nas persembahan” yang berbicara tentang persembahan. Pembacaan
firman Tuhan sebelum persembahan, bertujuan agar :
·
Supaya
jemaat memberi persembahan “dengan” benar, sebagaimana dalam II Kor. 9:
7 “Hendaklah
masing-masing memberikan menurut kerelaan hatinya, jangan dengan sedih hati
atau karena terpaksa, sebab Allah mengasihi orang yang memberi dengan sukacita”
·
Supaya
jemaat mempersembahkan yang benar kepada
TUHAN, kitab Maleaki 3: 3 “Ia akan duduk
seperti orang yang memurnikan dan mentahirkan perak; dan Ia mentahirkan orang
Lewi, menyucikan mereka seperti emas dan seperti perak, supaya mereka menjadi
orang-orang yang mempersembahkan korban
yang benar kepada TUHAN”.
Persembahan
Pengajaran
Alkitab mengenai “memberi” merupakan
penyataan Allah sendiri. Karena Tuhan Allah telah “memberi” AnakNya yang Tunggal menjadi “korban persembahan penebus dosa” semua umat manusia. Oleh karena
itu persembahan jemaat merupakan suatu kurban berdasarkan atas kurban Kristus.
Alkitab
mencatat, Kain dan Habel adalah manusia pertama kali
memberi persembahan kepada Allah. Bahwa Tuhan Allah “menerima” persembahan
Habel, dan “menolak” persembahan Kain (baca Kej. 4: 1-5) adalah peringatan
bagi kita bahwa Allah tidak sembarangan menerimana persembahan. Dia Hanya
menerima persembahan yang terbaik dan dipersembahkan dengan
hati yang tulus ikhlas sebagai ungkapan
rasa syukur dan terimakasih
kepada Tuhan Yesus sebagai sumber segala berkat (band. K.J. 289:8) Sebab siapakah kita sehingga dapat memberi kepada
Tuhan? Persembahan yang kita berikan haruslah persembahan yang sudah
dipersiapkan terlebih dahulu dengan sebaik-baiknya (seperti Habel), tidak
secara asal-asalan saja (seperti Kain).
Persembahan pada mulanya berupa innatura (hasil bumi dan
ternak). Sejak abad ke-11 diganti dengan persembahan uang. Persembahan ini
dipakai untuk biaya penyelenggaraan ibadah, kesejahteraan para pelayan penuh
dan diakonia; pemeliharaan janda-janda miskin, yatim-piatu (baca , Imamat 14: 28-29).
Doa Persembahan
Tujuan doa
persembahan ini adalah untuk menyampaikan persembahan kita kepada Tuhan dan
supaya Dia menguduskannya. Penyerahan di dalam doa adalah ungkapan ketulusan-ikhlasan hati
yang memberi persembahan. Di
samping itu kita memohon agar Tuhan senantiasa membuka hati kita dengan Roh
KudusNya, agar kita senantiasa mengucapkan “terimakasih” kepada Tuhan Mahamemberi.
Nyanyian Persembahan
Nyanyian
persembahan, merupakan kurban syukur, yaitu ucapan bibir yang
memuliakan namaNya yang melengkapi persembahan materi (baca, Ibrani 13 : 15-16). Kurban syukur
ucapan bibir ini bermakna bahwa kita mempersembahkan jiwa, pikiran dan waktu
menjadi milik Tuhan yang dikuduskan, sehingga jiwa dan pemikiran kita setiap
waktu dalam kehidupan sehari-hari tetap
terpelihara dalam kekudusan. Sebab TUHAN ALLAH berfirman “Kuduslah kamu bagiKu, sebab Aku
ini, TUHAN, kudus dan Aku telah memisah kamu dari bangsa-bangsa lain supaya
kamu menjadi milik-Ku ! (Imamat
20 : 26).
MAKNA “DOA BAPA KAMI”, BERKAT DAN
DOXOLOGI.
Makna DOA BAPA KAMI
Disebut doa
penutup, karena doa ini adalah doa terakhir dalam ibadah dan tidak boleh lagi
ada doa yang lain. Itulah sebabnya yang menjadi doa penutup dalam setiap ibadah
adalah doa yang diajarkan Tuhan Yesus kepada murid-muridNya, yakni “Doa
Bapa Kami”.
Agar lebih
memahami mengapa kita harus berdoa dengan doa yang diajarkan Tuhan Yesus, kita
harus kembali memahami arti dan makna keseluruhan unsur-unsur liturgi yang
telah diuraikan secara jelas sekalipun singkat di atas. Bahwa seluruh unsur-unsur liturgi direkat dalam satu kesatuan
persekutuan jemaat yang terwujud di dalam menaikkan dan mengaminkan secara
bersama “Doa Bapa Kami”.
Ketika menaikkan
“Doa Bapa Kami”, berarti kita secara
bersama :
-
Memuji Allah disorga dan memberi
tempat baginya berkuasa di bumi.
-
Memohon belas-kasihan Allah untuk
memelihara hidup jasmani kita.
-
Mengaku sebagai orang berdosa
sekaligus memohon pengampunanNya.
Pada
hakikatnya ketika kita berdoa dalam mengakhiri ibadah, Tuhan Yesus sendiri-lah
yang mengajak kita untuk berdoa. Karena Dia yang mengajar berdoa, maka doa yang
kita serukan adalah doa sebagaimana yang telah diajarkanNya kepada kita.
Tuhan Yesus
telah mengajarkan, agar tidak berdoa seperti orang munafik (baca Mat. 6: 5) dan
jika kita berdoa, harus dalam suasana teduh. Itulah sebabnya Tuhan Yesus
bersabda; “Tetapi jika kamu berdoa, masuklah ke dalam kamarmu, tutuplah pintu dan
berdoalah kepada Bapamu yang melihat yang tersembunyi akan membalasnya
kepadamu” –Mat. 6: 6--. Makna dari “masuk
ke dalam kamar dan tutuplah pintu” adalah agar sebelum dan selama kita
berdoa kepada Tuhan Yesus, kita harus dalam keadaan terkonsntrasi penuh dengan
menutup rapat “pintu hati” kita
terhadap segala bisikan “dunia” yang sering mengganggu kekhusukan kita pada
saat berdoa.
Makna Berkat
Sejak semula, Allah telah memberi berkat
kepada manusia yang diciptakanNya itu. Bukankah manusia diciptakan setelah
segala sesuatu telah tersedia dan
tertata dengan baik? Belum lagi berkat khusus kepada Abram (Abraham)
sebagaimana terekam dengan sempurna dalam Kejadian 12:1-9. Juga, Tuhan berfirman kepada Musa, agar ia memberitahukan
kepada Harun dan anak-anaknya agar mereka memberkati orang Israel demikian; “TUHAN
memberkati engkau dan melindungi engaku; TUHAN menyinari engkau dengan wajahNya
dan memberi engkau kasih karunia; TUHAN menghadapkan wajahNya kepadamu dan
memberi engkau damai sejahtera” –Bil. 6: 24-26-. Itulah juga ungkapan
berkat TUHAN yang sampai kepada kita setiap mengikuti ibadah Minggu di Gereja
Tuhan ini. Apa makna yang sesungguhnya dari berkat itu? Tuhan Allah memberi jawabannya! Maka nama TUHAN “terletak”
di dalam kehidupan kita (baca Bil. 6: 27).
Makna Doxology
Doxology, berasal dari kata “Doxa” atau “glory atau pujian” dan “Logia” atau “kata-kata”. Jadi, doxology
adalah pujian dan penyembahan atas
kehadiran Allah dalam ibadah yang memberi kasih karuniaNya. Doxology juga sering diartikan sebagai “himne” atau nyanyian singkat yang
dinyanyikan jemaat Kristen dan merupakan formula ungkapan pujian kepada Tuhan.
Doxology di GKPI adalah nyanyian “Karena Engkau yang empunya
Kerajaan, dan Kekuasaan dan Kemuliaan, sampai selama-lamanya, amin..!
Kesimpulan dan Rangkuman “unsur-unsur Liturgi”
Sebelum masuk ke dalam satu kesimpulan tentang makna dari unsur-unsur Liturgi, terlebih dahulu kita mengetahui tentang makna “Warta Jemaat” dan “Paduan Suara”.
Warta Jemaat
Warta Jemaat adalah satu-satunya sarana “pewartaan” yang sah di dalam Jemaat dan berisikan pemberitahuan/pewartaan terhadap segala sesuatu aktivitas pelayanan yang telah dilakukan dan yang sedang rencanakan. Warta jemaat selalu bersifat “otentik” dan “mengikat”. Artinya, semua yang diwartakan haruslah dapat dipertanggungjawabkan kepada warga jemaat, terlebih kepada Tuhan Yesus pemilik Gereja itu. Sebaliknya, warga jemaat juga harus turut bertanggungjawab penuh terhadap segala sesuatu yang direncanakan dalam pelayanan Gereja, karena pada hakikatnya semua kita, tanpa kecuali, adalah “pelayan-pelayan” di Gereja Tuhan.
Paduan Suara
Paduan Suara
Gereja bukanlah “penyanyi” dalam
Gereja untuk “ditonton”. Di GKPI,
Paduan Suara berdiri di pihak anggota jemaat, bukan di pihak pelayan
Firman. Hal demikian berarti, apa yang
diungkapkan oleh paduan suara merupakan ungkapan dari seluruh anggota jemaat.
Lagu-lagu pujian atau penyembahan atau pengucapan syukur atau penyesalan atau
pengakuan atau pengharapan yang ditujukan kepada Tuhan Yesus, adalah ungkapan
dari seluruh anggota Jemaat. Karena itu, ketika paduan suara menyanyikan sebuah
lagu, maka peserta ibadah harus mengikutinya sungguh-sungguh di dalam hatinya
masing-masing, bukan malah berbisik-bisik atau melakukan hal-hal lain yang
tidak dikehendaki Tuhan Yesus yang Mahahadir itu.
Rangkuman
Dari keseluruhan uraian makna unsur-unsur
liturgi, maka dapat kita simpulkan demikian:
1.
Semua kita
harus mempersiapkan diri penuh untuk
memasuki ibadah. Jika ada yang datang pada saat “Votum/Introitus/Doa Introitus”
berlangsung, hendaknya tidak segera memasuki ruang ibadah sampai tahapan
liturgi tersebut selesai.
2.
Setiap
ibadah hanya dimulai dan berlangsung demi nama Allah Tritunggal.
3.
Kita harus
senantiasa mau mengaku dan menyesali segala dosa dan pemberontakan kita kepada
TUHAN dan mohon pengampunan kepadaNya serta selalu bergumul untuk dapat
menaklukkan kuasa “si jahat”.
4.
Kita harus
meyakini, bahwa Tuhan Mahabaik mendengar suara kita kepadaNya, dan Dia pun
tidak pernah membiarkan kita berjalan sendiri tanpa tuntunanNya.
5.
Firman Tuhan
yang sampai kepada kita, itulah yang mengubahkan dan membarui hidup kita,
sehingga kita menjadi manusia-manuia “baru” di dalam kuasa dan kasih TUHAN.
6.
Ungkapan
syukur dan terimakasih kita harus selalu mengalir kepada Tuhan, karena berkat
Tuhan juga selalu baru setiap hari yang mengalir kepada kita.
7.
Berkat Tuhan
adalah bersifat turuntemurun dan tersempurna bagi kita, asalkan kita mau dengan
sungguh-sungguh dan setia melalukan semua yang difirmankanNya kepada kita. ……
Kesimpulan
v
Setiap
unsur liturgi disusun merupakan rangkaian suasana “pertemuan” antara umat
dengan Tuhan Allah. Dalam pertemuan itu ada dialog dalam bentuk nyanyian,
doa-doa dan sikap(berdiri-duduk) dan perbuatan (memberi persembahan). Setiap
unsur liturgi sama nilai ilahinya. Tidak ada yang lebih penting atau yang kurang
penting. Kesempurnaan Ibadah adalah jika setiap unsur liturgi dijalankan
sebagai mestinya.
v
Ketika
umat Tuhan bersekutu menghadap Hadirat Allah, dengan menaikkan pujian,
pengakuan dan doa-doa dengan cara bernyanyi maupun berkata-kata, maka
diperlukan suasana tertib dan teratur sebagai suatu disiplin sikap. Oleh karena
itu gereja-gereja, termasuk GKPI, menyusun tata Liturgi untuk penyelenggaraan
ibadah. Tata Liturgi GKPI disepakati dan diterima oleh seluruh warga jemaat
GKPI, maka setiap warga jemaat wajib memakai Tata Liturgi GKPI dalam
ibadah-ibadahnya.
v
Susunan
Liturgi ini bukan dibentuk oleh selera manusia melainkan susunan liturgy
tersebut yang membentuk kebutuhan manusia. Sebab susunan liturgy itu secara
keseluruhan menunjuk pada perjalanan hidup manusia dengan status terselamatkan.
Liturgi ini di sahkan dengan Votum dengan rumusan tritunggal, sebagai symbol
permulaan resmi dari ibadah sekaligus sebagai symbol permulaan kehidupan dalam
cerita penciptaan, pengesahan itu disambut dengan nyanyian syukur dan pujian
atas kehadiran Allah dan karya Allah dalam penciptaan. Sebagaimana dalam awal
peciptaan bertujuan dalam rangka karya penyelamatan dan dipanggil beribadah
pada hari ketujuh dan proses pembebasan Israeil dari perbudakan adalah dalam
rangka memuji Tuhan (beribadah bnd Kel 3: 18), dan setelah penciptaan dan pembebasan
dari perbudakan Mesir, Allah langsung menyapa manusia dengan firmanNya untuk
membimbing hidup manusia, maka liturgy kita pun diikuti dengan sapaan Tuhan
dalam epistle yang berguna untuk membimbing umat agar tetap melaksanakan
kehendak Allah. Dan bimbingan itu kemudian direspon dengan nyanyian ucapan
syukur. Manusia yang telah mendengar bimbingan Allah melalui Firman tersebut,
akhirnya menyadari seluruh dosanya yakni tindakannya yang tidak sesuai dengan
kehendak dan bimbingan Allah dan mengakui dan menyesalinya dalam iman dan
kerendahan hati di hadapan Allah penciptanya, dan pengakuan dan penyesalan itu
direspon Allah dengan janji pengahapusan dosa itu, yang langsung berlaku pada
saat janji itu di ucapkan/dibacakan. Itulah sebabnya setelah epistle,
dilanjutkan dengan nyanyian dan Pengakuan dosa-janji Tuhan tentang keampunan
dosa. Karena janji itu yang berlaku pada saat itu juga maka status manusia yang
berdosa itu telah diampuni dan hidup dalam status yang baru, terbebas dari
perbudakan dosa, dengan kata lain hidup baru. Kenyataan itu direspon dengan
nyanyian syukur dan pujian pada Tuhan. Dalam status hidup yang baru setelah
bebas dari perbudakan Mesir-dalam konteks Israel- dan bebas dari perbudakan
dosa-dalam konteks kita saat ini- maka Allah memberikan petunjuk hidup baru
yakni dasa titah di gunung Sinai, untuk membimbing kehidupan umat supaya tetap
dalam statusnya yang baru. Demikian juga dalam ibadah liturgy itu, kita yang
sudah hidup dalam status baru kemudian mendengarkan petunjuk hidup baru baik
dari dasa titah maupun yang diambil dari Firman Tuhan dalam Alkitab sebagai
pengganti dasa titah (hukum Tuhan). Dengan demikian kita yang sudah hidup baru
dingatkan kembali dalam ibadah itu untuk tetap mengikuti petunjuk Tuhan dalam
kehidupan sehari-hari. Selanjutnya penerimaan hukum Tuhan sebagai petunjuk
hidup itu direspon dengan nyanyian pujian dan Pengakuan iman atas kuasa Allah
tritunggal dalam pengakuan iman rasuli. Ini penting karena orang yang beriman
dari dalam hatinya dan menyesali dosa-dosana serta telah hidup dalam status
baru harus mengikrakan imannya supaya ia selamat (bnd Rom 10:9-10. Karena
dengan hati orang percaya dan dibenarkan, dan dengan mulut orang mengaku dan
diselamatkan) dengan demikian
pengakuan iman menunjukkan kembali bahwa kita adalah orang-orang yang telah
diselamatakan dan ini dirayakan kembali dengan nyanyiaan pujian sebagai ucapan
syukur atas keselamatan kita serta mempersiapkan diri untuk mendenar kabar baik
dalam Pemberitaan firman/Homili/khotbah. Oleh karena itu seluruh rangkaian
ibadah hingga doa penutup-berkat adalah rangkaian perjalanan hidup manusia mulai dari penciptaan-kejatuhan
dalam dosa-pembebasan dari perbudakan dosa-sampai pada keselamatan karena karya
Kristus yang diberitakan dalam Injil sebagai kabar baik bagi manusia yang
percaya maupun yang belum percaya- berita akan kabar baik itu direspon dengan
lagu pujian dan persembahan serta ditutup dengan Doa Bapa kami dan berkat untuk
memberangkatkan umat kembali kedalam perjalanan hidup sehari hari dalam satu
minggu berikutnya. Oleh karena itu juga liturgy ibadah itu tidak dapat diputus
atau diacak sesuka hati manusia itu hanya untuk memenuhi seleranya, karena jika
ada yang diputus maka proses penghayatan
dan pengucapan syukur atas karya Allah dalam hidup kita mulai dari penciptaan
akan terputus, dan itu juga mengacak kehidupan kita sendiri dalam hubungannya
dengan Tuhan dan tentu tidak kita inginkan. Oleh karena itu hayati dan nikmati
susunan ibadah itu dengan benar karena itu yang membentuk kebutuhan kita dan
memang hal yang kita butuhkan bukan kebutuhan atau selera kita yang membentuk
liturgy/ susunan ibadah. Salam
Pdt. Dirgos Lumbantobing/Pdt. R
Panggabean
[1] Disadur
oleh Pdt. Dirgos Lumbantobing, STh dari
berbagai sumber dan dalam bimbingan Pendeta resort (Pdt. R. Panggabean, STh) sebagai bahan
pembinaan bagi calon penatua di GKPI Pos Kebaktian Bukit Indah 2011
3 komentar:
Terima kasih Pak Pdt atas artikelnya.
saya tidak tau sebelumnya bahwa liturgi GKPI itu ada makna dan dasarnya.
Sebaiknya materi ini ada dalam pembelajaran kathekisasi sidi.
Terima kasih.
Makna arti istilah "votum" masih bingung saya
Yang lebih singkat
Posting Komentar