Solidaritas ditengah Kesukaran karena Allah
menyediakan kebutuhan kita
(2 Raja 4:42-44)
Memberi pada
masa sukar biasanya tidak akan dilakukan oleh manusia, ia akan memilih untuk
mengamankan persediaanya daripada memberikan apa yang dia miliki pada orang
lain, bahkan cenderung akan saling memangsa. Namun kisah kita saat ini agaknya
memberi sisi yang berbeda. Sisi yang berbeda itu terlihat dari tokoh dipanggung
kisah ini dan juga tokoh dibalik layar/panggung kisah ini.
Seseorang dari Baal-Salisa
Ditengah
paceklik dan kesukaran makanan (yang menjadi latar belakang kisah ini), ia yang tidak disebutkan namanya ini, mampu
memberikan persembahan bagi Allah melalui Abdi Allah (Elisa). Persembahan itu
adalah roti hulu hasil (Bread of the first fruit), ia digerakkan oleh imannya
bahwa setiap hasil pertama dari pekerjaannya adalah milik Allah dan harus
dipersembahkan kepada Allah (bnd Imamat 23:20). Disini kelihatanlah bahwa
kekurangan dan paceklik tidak mematikan iman orang percaya untuk tetap setia
pada apa yang Tuhan ajarkan dan yang dia
imani. Penderitaan, kelaparan, kesengsaraan, tidak memunculkan kekuatiran yang berlebihan
dan tidak menghalangi orang percaya memberikan pada Allah apa yang seharusnya
milik Allah, ia tidak memilih dirinya aman dulu baru memberi, karena ia sadar
keamanan hidupnya ada pada Allah bukan pada hitung-hitungannya sendiri. Apa
yang ditunjukkan disini juga mengingatkan kita agar senantiasa mengambil apa
yang seharusnya milik kita dan melepas apa yang seharusnya bukan milik kita,
entah saat lapar atau kekurangan, kita tidak boleh menyerakahkan diri dengan
mengambil apa yang bukan hak kita, kecuali kita diberi. Kita perlu belajar
untuk bergantung pada Allah yang senantiasa menyediakan keperluan kita dan
seluruh hak-hak kita, tanpa perlu mengambil hak orang lain.
Elisa
Sesungguhnya
pemberian roti dan gandum ditengah kekurangan ini, sangatlah menolong Elisa,
jika dia simpan sendiri, ia bisa survive beberapa lama, tetapi apa yang
ditunjukan dalam kisah ini memberi nilai baru dalam menghadapi kekurangan.
Biasanya ditengah paceklik manusia akan sangat egois dan mementingkan diri
sendiri bahkan tidak jarang akan berebutan dan saling memangsa. Namun Nabi Elisa
tidak menyimpan untuk dirinya, malah menyuruh pelayannya membagikannya pada
orang-orang disekitarnya (ay 42). Kekurangan dan kesukaran tidak mematikan rasa
solider Elisa tapi justru ditengah kesukaran rasa solidaritas semakin besar.
Lihatlah Elisa menyuruh membagikan roti itu pada orang-orang, dia tidak
mengatakan berikan aku lebih dahulu kemudian berilah mereka, tetapi ia menyuruh
memberi kepada orang lain. Ini adalah karakter pemimpin yang dibutuhkan
ditengah kesukaran, dia tidak akan tenang makan jika yang dipimpinnya belum
makan. Dan tidak akan bersenang-senang pada saat umatnya susah. Susah senang
hadapi bersama.
Hal ini
mengingatkan saya pada apa yang selalu ibu saya lakukan ketika saya masih kecil.
Ketika musim buah durian misalnya, Ibu tidak akan pernah mau makan durian
sendirian di Pasar/onan meski jika pun dimakan tidak akan ada yang tahu, tapi
ibu selalu berkata, dang tolap ahu mangallang
durian on sahalakku hape genlengku dang mangallang (saya tidak sanggup
memakan durian ini sendirian sementara anak-anakku tidak makan), dan justru ketika
ibu membawa 3 buah durin untuk dinikamti bersama dirumah, rasa durian ini lebih
nikmat karena ditambah cita rasa kebersamaan dan juga rasa cinta ibuku (paling
tidak menurut versiku).
Tema yang sejajar dari sikap pemberi roti itu
dilanjutkkan oleh nabi Elisa, memberi pada masa sukar, kepentingan bersama
lebih urgent dari kepentingan pribadi. Pendorang utama Elisa dalam hal ini
adalah firman Allah yang didengarnya dan yang kemudian dia sampaikan kepada
pelayannya “ Orang akan makan bahkan akan ada sisanya” (Ay 43). Iman Elisa pada
Firman yang didengarnya menggerakkan dia untuk berbagi dalam kesukaran dengan
keyakinan Penuh, sehingga jelaslah tujuan Elisa dalam hal ini bukan berbagi
supaya ia disebut orang baik dan dermawan tetapi menunjuk pada ketaatan dan
keyakinnya pada Firman Tuhan yang tentu berujung pada kemuliaanNYA.
Pelayan
Elsia
Awalnya mereka
heran bagaimana mungkin mereka menghidangkan 20 roti dan sedikit gandum pada
100 orang? Bukankah itu akan membuat keributan? Memang secara logika ini tidak
mungkin. Tapi kemudian ketika Elisa memerintahkan dia kembali utuk
menghhidangkan roti tersebut dengan tambahan janji Tuhan dalam firmanNya, maka
pelayan itupun menaati Elisa dan menyakini firman Tuhan, dengan menghidangkan
roti itu kepada orang banyak itu, dan sesaui dengan FirmaN Tuhan makanlah
mereka (termasuk Nabi dan pelayanya) dan masih ada sisa. Ketaatan dan keyakinan
pada Firman menghancurkan logika, apa yang kelihatan mustahil bagi ku itu sangat
mungkin bagiMU adalah lirik lagu rohani yang mungkin cocok menggambarkan
peristiwa ini. Ketika TUhan berfirman maka semua menjadi. Makanan itu cukup, bahkan lebih dari
cukup. Hal serupa terjadi tatkala Yesus memberi makan 5.000 orang dengan lima
roti jelai dan dua ikan kecil (Yohanes 6:1-14). Contoh-contoh ini mengajarkan prinsip:
Bila Allah memberi, Dia mampu memberi lebih dari cukup.
Allah
Meski Allah
tidak dimunculkan sebagai tokoh dalam kisah ini, namun Kisah ini menceritakan
pemeliharaan Allah yang tak terduga pada saat yang tepat. Dan dalam tindakan
pemeliharaanNya Dia tidak pernah gagal karena Dia maha kuasa dan bisa melakukan
apa saja tanpa batas, hanya saja kita sering membatasi kuasaNya dengan akal
kita. Dia memakai Elisa sebagai saluran dan perantaraa tindakan penyelamatanNya
dan direspon oleh Elisa dengan iman dan ketaatan, sehingga ia dimampukan
mengelola apa yang ada mengatasi kesukaran saat itu. Selain itu, kisah ini juga
mengingatkan kita agar saat kita merasa bahwa Allah meminta kita melayani Dia
dengan cara yang baru atau tidak lazim, tidak seharusnya kita menolak hanya
karena kita merasa tidak mampu. "Kami hanya punya beberapa kerat
roti," mungkin kita akan berkata demikian. Namun Tuhan menjawab,
"Percayalah kepada-Ku. Apa yang ada padamu sudah lebih dari cukup"-
ingatlah perkataan Yesus berikut ini “Bapamu
mengetahui apa yang kamu perlukan, sebelum kamu minta kepada-Nya” (Matius 6:8) oleh
karena itu haruskah kita kuatir lagi akan apa yang akan kita makan, minum dan
pergunakan untuk menjalani hidup yang ada ditangan Allah ini? Bersandarlah pada
Allah maka IA akan menyediakan apa yang kita butuhkan dan sekali lagi Bila
Allah memberi, Dia mampu memberi lebih dari cukup. Sehingga kita dimampukan
memberi, berkarya, melayani ditengah kesukaran, . AMIN
Pdt.
Dirgos Lumbantobing
Tidak ada komentar:
Posting Komentar